Sebuah kisah nyata yang sangat fantastis. Sebelas tahun tinggal alas purwo dan berinteraksi dengan dunia lain dan membina kehidupan rumah tangga di sana. Saat memutuskan untuk kembali pulang ke dunia nyata, dia pun menjelma menjadi seorang supranatural yang andal. Dia menjadi salah seorang paranormal di sebuah perkampungan dan sangat terkenal kemampuan ilmunya. Penyakit atau hal-hal apa saja yang telah disebabkan oleh gangguan non medis, Insya Alloh bisa sembuhkan oleh Alloh s.w.t melalui perantara tangan dingin ayib.

Ungkapnya, ilmu supranatural diperoleh dari saudara istrinya yang berasal dari kerajaan dunia lain di alas purwo. Memang, dia telah menikah dengan bangsa jin. Dari pernikahannya dengan bangsa lain, Ayib memperoleh empat orang anak, dua laki-laki dan dua orang perempuan. Semua anaknya tinggal bersama mertuanya di kerajaan alam ghaib. Tak seorangpun anaknya mau tinggal bersamanya. Meski demikian, pada waktu tertentu, anak cucunya berkumpul di rumahnya. kedatangan mereka tidak dapat dilihat orang biasa, kecuali oleh mereka yang memiliki kemampuan indera ke enam.

Ayib telah banyak mengobati penyakit banyak orang, salah satunya adalah seorang wanita. Penyakit yang diderita sang wanita sudah diobati melalui medis, tapi tidak kunjung sembuh. Bahkan, beberapa orang dukun atau paranormal yang mengobatinya, juga tidak berhasil. ada orang yang mengatakan pada wanita tersebut, bahwa ada orang pintar yang dapat menyembuhkan penyakit apa saja, termasuk penyakit yang diderita wanita tersebut. Dan Orang itu memberikan alamatnya.

Karena wanita itu ingin sembuh dari penyakit yang sudah hampir selama tujuh tahun, maka wanita itu meminta saudaranya untuk menemaninya pergi berobat ke rumah mbah ayib. Tidak sulit untuk menemukan alamatnya. Semua orang di daerah itu pasti mengenalnya. mbah ayib tinggal di rumah yang cukup sederhana dan masih sangat asri lingkungannya.

Saat itu, mbah ayib menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah. Beberapa orang pasiennya terlihat antri menunggu giliran untuk diobati penyakitnya. Umumnya yang berobat padanya pasien yang tidak dapat bisa disembuhkan melalui pengobatan medis di rumah sakit. Seperti penyakit yang diderita wanita itu sebut saja "Winda", dan memang diduga kuat termasuk penyakit non medis. Hasil tes darah di laboratorium menunjukkan Winda tidak ada penyakitnya. Fungsi darah, lever, ginjal, paru-paru dan jantung pun normal. Anehnya, setiap jam 12 siang dan pukul 12 malam, rasa sakit menyerang di seluruh bagian tubuhnya.

Apabila malam, sebelum penyakit itu datang, Winda mendengar suara lolongan anjing di kejauhan. Suaranya sayup, hingga sang anjing itu berada seakan di samping rumahnya. Gonggongannya membuat winda ketakutan. Perut winda seketika terasa seperti ditusuk ribuan jarum, dan kepalanya seperti dipalu. dan tak kalah anehnya, hanya winda seorang yang mendengar suara raungan anjing itu, sedangkan orang lain yang berada di sekitarnya tidak mendengar apa-apa.

Kamu diguna-gunai orang, Nak? Kata Mbah ayib setelah memeriksa keadaan Winda.
Siapa yang melakukannya, Mbah? Tanya Winda.
Mbah ayib menggelengkan wajahnya. Kabarnya, dia memang tak pernah mau untuk menyebutkan orang yang melakukan serangan ilmu gaib.
Tak penting kamu ketahui siapa orangnya. Yang penting adalah kau bisa sembuh!. Katanya, setengah berbisik.

Mbah ayib kemudian menyiapkan sebuah mangkok kaca berisi air putih, bunga rampai dan jeruk purut. Setelah membaca sesuatu, jeruk purut dia belah menjadi dua bagian sama besar. Salah satu belahan jeruk tersebut dia letakkan di telinga kanannya. Aneh, potongan jeruk tersebut sepertinya dia pergunakan persis tak ubahnya seperti HP. Rupanya, Mbah ayib berkomunikasi dengan keluarga istrinya yang berada di alam ghaib. tak ada yang mendengar kata-kata yang diucapkan mbah ayib saja.

Sesaat setelah selesai berhubungan dengan alam ghaib, tiba-tiba ada suatu benda berbentuk bundelan yang di bungkus kain putih jatuh ke dalam mangkok. Sejenak winda dan temanya terperangah melihatnya. Jelas sekali, bundelan kain itu jatuh dari atas, padahal rumah Mbah ayib atapnya terbuat dari seng dan tak ada orang yang menjatuhkannya.

Perlahan, Mbah ayib membuka bundelan tersebut dengan sangat berhati-hati. Setelah terbuka, isinya boneka terbuat dari kayu. Dan seluruh tubuh boneka itu ditusuk dengan puluhan jarum dari kepala hingga kaki.

Boneka ini di umpamakan seperti tubuhmu, Nak! Kata mbah ayib menjelaskan.
Pantaslah jika penyakit winda kambuh, perut dan kepalanya seperti ditusuk seribu jarum, gumam teman winda dalam hati.
Mbah ayib lalu membungkus boneka kayu itu dan membakarnya hingga hangus.

Sebaiknya kamu menginap beberapa malam di rumah MBah. Karena ada pengobatan lanjutan yang harus kamu jalani. Besok pagi sebelum suara adzan Subuh berkumandang, kamu harus mandi air bunga rampai, tutur mbah ayib. Tentu saja Winda dan temanya menyetujuinya.
Malam itu, WInda dan temanya berbincang-bincang dengan mbah ayib. Untunglah, dia ada waktu untuk bercerita karena setelah pukul 8 malam, dia memang tidak lagi menerima pasien.

Kata orang-orang, Mbah ayib beristrikan dengan wanita cantik di kerajaan ghaib alas purwo. Bagaimana ceritanya mbah bisa beristri orang ghaib? Tanya teman winda. Mendengar pertanyaan ini, mbah ayib hanya tersenyum.

Kamu mau mengetahui kisah mbah beristrikan wanita dari dunia lain?? sebuat saja "Laras" wanita ghoib tersebut. Mbah ayib malah balik bertanya. Teman Winda malah tersenyum. Ya mbah, itulah yang saya dengar dari banyak orang. Saya harap mbah sudi menceritakannya pada saya, ujar teman winda.

Mbah ayib menarik nafas berat. Sorot matanya yang teduh itu berubah kosong, seperti menerawang jauh. Lalu, pelan-pelan dia bertutur. Beginilah ringkasan kisahnya:

Saat aku baru berusia 5 tahun, bapakku meninggal dunia. Setelah bapak meninggal, Ibu memutuskan tetap menjadi janda. Untuk menghidupiku, Ibu bekerja mengambil upahan merumput di sawah tetangga. Memang, setelah kepergian Bapak, hidupku semakin miskin dan penuh dengan penderitaan. Sehari kadang makan hanya sekali. Paman dan bibiku juga hidupnya miskin. Untuk menghidupi keluarganya saja sulit, apalagi untuk membantu aku dan Ibuku. Tutur Si Mbah.

Setelah lama mengidap penyakit asma, Ibuku akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. Perasaan hatiku sangat sedih, bahkan sampai ada niat untuk bunuh diri. Tapi untunglah hal itu tidak aku lakukan. Selama berhari-hari aku larut dalam kesedihan. Kepergian Ibu rasanya begitu cepat, Kepada siapa lagi aku harus menggantungkan hidupku?. Suatu hari di suatu pagi, saat hujan gerimis, aku pergi berziarah ke kuburan Ibu. Lama aku duduk termenung di tengah hujan gerimis. Waktu itu, tiba-tiba terdengar suara seorang Ibu menegurku.

Sudahlah, jangan bersedih lagi. Jika Ibumu tahu kau seperti ini, dia pasti sangat bersedih juga di alam sana! Kata ibu itu.
Mendengar ada suara, maka aku sangat terkejut dibuatnya.

Ibu ini siapa, mengapa Ibu tiba-tiba ada di sini?. Tanya si mbah merasa heran. Maklum saja, selama ini aku belum pernah melihat sosok perempuan paruh baya tersebut. Aku begitu terkesima melihat kecantikan wajahnya. Di desaku sepertinya tidak ada perempuan secantik dia.

Nama Ibu Badriyah, Nak..!! sahutnya dengan ramah.
Dia lalu tersenyum sambil memandang wajahku. Sorot matanya tajam menyejukan perasaan hatiku. Dari busana yang dipakainya Ibu Badriyah, jelas isteri orang kaya. Ini terlihat dari perhiasan emas yang menghiasi leher dan pergelangan tangannya, serta cincin dijari manisnya. Aku kian terkagum-kagum melihatnya. Ungkap si mbah dan meneruskan ceritanya.

Semua yang hidup pasti akan mati. Beberapa hari lalu Ibumu meninggal dunia, suatu saat kita juga akan mengalaminya juga. Kamu harus tabah dan ikhlas menerimanya, kata Ibu Habibah menasehatiku.
Tapi sekarang aku sudah tak punya siapa-siapa lagi. Hidupku sebatang kara di dunia ini. Rasanya lebih baik aku mati saja, jawabku berkeluh kesah. Air mataku seketika kembali deras mengalir.
Siapa bilang kau tidak punya siapa-siapa. Jika kamu mau, kamu bisa tinggal bersama Ibu.!! UUcapnya sambil mengusap rambutku. Hangat kurasakan menjalar ke sekujur tubuhku.
Mendengar Ibu Habibah berkata demikian, aku merasa tidak percaya. Apakah aku sedang bermimpi?

Benarkah Ibu mau memberiku tumpangan hidup? Tanyaku sambil menyusut air mata.
Ibu Habibah tersenyum menyejukan. Percayalah nak, Ibu pasti akan menganggapmu seperti anak Ibu sendiri. Mari ikut Ibu!, Ajaknya. Dia lalu menuntunku keluar dari areal kuburan.

Di depan tanah pemakaman sudah menunggu sebuah mobil sedan mewah. Aku bagai terhipnotis, aku mengikuti saja ajakan Ibu Badriyah, yang menyetir sendiri mobil sedannya. Sekitar seperempat jam mobil yang dikemudikan Ibu Badriyah meninggalkan desaku, ada keanehan yang kurasakan. Semula di kiri kanan jalan aku hanya melihat hamparan persawahan dan rumah-rumah gedek dan semi permanen milik penduduk. Namun pemandangan yang kulihat kemudian berubah menjadi perumahan mewah dan jalan beraspal. Mobil-mobil mewah hilir mudik di jalan raya. Penduduk yang tinggal di sepanjang jalan sepertinya semua adalah keluarga kaya. Mereka tinggal di perumahan elite lengkap dengan fasilitas yang megah. Ada kolam renang dan halaman yang asri.

IBu, kita sekarang berada di mana? Tanyaku heran. Maklum saja, selama ini aku memang tidak pernah melihat rumah-rumah mewah seperti yang ada di depan mataku.
Ayib, ketahuilah, kamu sekarang berada di alam gaib. Bangsamu menyebut kami adalah Jin, kata Ibu Badriyah menjelaskan. Mendengar penjelasan Ibu Habibah, jantungku berdebar-debar ketakutan.

Ayib, jangan cemas dan takut. Ibu akan melindungimu dan menjaga keselamatanmu. Ibu beragama Islam dan sudah berulangkali pergi menunaikan ibadah Haji ke tanah suci Mekkah. Kita ini sesungguhnya bersaudara dan persaudaraan sesama muslim, itu digambarkan oleh baginda Rasulullah SAW seperti bangunan tubuh kita. Jika ada salah satu anggota tubuh kita sakit, maka anggota tubuh yang lain juga ikut merasakannya, jawab Ibu Badriyah dengan tutur kata lemah lembut. Dia seolah-olah dapat membaca kegelisahan hatiku.
Mendengar Ibu Badriyah berkata begitu, perasaan hatiku menjadi tenang kembali.

Mobil pun terus bergerak di atas jalan beraspal. Tak lama kemudian, mobil berbelok ke sebuah rumah paling mewah di antara perumahan yang berada di sekitarnya.

Apakah ini rumah Ibu Badriyah?? Bisik hatiku, heran dan kagum.
Halaman rumah itu begitu luas dan tertata rapi, dan ada beraneka ragam bunga-bunga yang indah. Ada kolam renang yang airnya sangat jernih. Menurut hematku, rumah dinas gubernur saja yang pernah kulihat tak sebagus dan semewah rumah Ibu badriyah.

Kita sudah sampai. Ini rumah Ibu! Kata ibu Badriyah kepadaku. Aku bengong seperti seekor rusa masuk kampung.
Ibu Badriyah lalu mengajakku turun dan menuntunku masuk ke rumah. Di depan pintu, seorang gadis menyambut kedatangan kami.
Ibu membawa siapa? Tanya gadis itu yang sepertinya adalah putri Ibu badriyah. Wajahnya sangat cantik. Di kampungku pasti tidak ada remaja secantik dia.

Dia bernama Ayib. Ibu temukan dia menangis di pusara kedua orangtuanya, jawabnya. Lalu sambil melirik ke arahku, Ibu Badriyah menyambung, Ayib ini anak Ibu. Namanya Lesti!

Aku dan Lesti kemudian saling berjabat tangan. Ketika itu muncul juga seorang anak berusia 10 yang kemudian kuketahui bernama yanti. Dia adiknya lesti. Saat masuk ke dalam rumah, aku lihat ruang tamu rumah Ibu Badriyah sungguh megah. Semua perabotan rumah tangga di ruangan itu terbuat dari kayu pilihan dan terukir indah. Aku terkagum-kagum melihatnya. Ibu Badriyah lalu mengajakku ke kamar yang diperuntukkan untukku. Interior dalam kamar ini tak ubahnya seperti kamar tidur putra raja. Ranjangnya terbuat dari kayu jati dan yang dilapisi emas, meja rias berukir sangat indah dan bingkai kacanya dilapisi dengan emas. Dalam kamar tidur ini terdapat juga toilet yang harum dan bersih.

Aku juga diperlihatkan baju yang disimpan di dalam sebuah lemari, yang sepertinya juga telah dipersiapkan untukku. Aku terbelalak melihat baju-baju tersebut yang semuanya baru. Setelah aku berganti pakaian dan tak lagi terlihat seperti anak kampung, namun telah menjelma bagaikan seorang pangeran, lalu aku diminta menghadap di ruang keluarga. Di ruang ini Ibu badriyah duduk bersama seluruh anggota keluarganya. Disebelahnya duduk Pak Munir, suaminya.

Ibu sudah bercerita pada Bapak tentang dirimu. Bapak sangat terharu mendengarnya. Tinggallah bersama kami, di sini beberapa waktu yang kamu kehendaki. Kami akan mengajarimu ilmu pengobatan untuk berbagai macam penyakit. Di istana ada beberapa orang tabib. Nanti Bapak akan meminta mereka mengajarimu ilmu pengobatan berbagai penyakit.

Ilmu pengobatan itu penting bagimu sebagai bekal hidupmu di duniamu nanti, jika kamu memutuskan untuk tinggal di sana. Papar Ibu Badryah.

Bapak mohon tinggallah bersama kami beberapa tahun di sini. Bapak dan Ibu telah sepakat mengangkatmu sebagai anak angkat kami. Kami berdua akan menyayangimu seperti menyayangi anak kandung kami sendiri. Kebetulan kami memang tidak dikarunai anak laki-laki. Besok kami akan mengadakan acara pengangkatanmu sebagai anak angkat kami agar warga di sini mengetahuinya, tambah Pak Munir suami ibu Badriyah.

Pak Munir ternyata adalah salah seorang menteri di kerajaan Jin tersebut. Setiap hari, dia keluar masuk istana raja. Ibu Badriyah juga masih kerabat raja. Ketika aku dinobatkan sebagai anak angkat, semua pembesar istana datang menghadirinya, termasuk juga rakyat bangsa ghoib. Yang sangat membanggakan perasaanku, raja dan permaisurinya turut datang memberikan ucapan selamat.

Pak Munir mengadakan pesta rakyat, berlangsung selama tiga hari tiga malam. Aku benar-benar merasa menjadi putera di negeri kayangan. Aku dikenalkan pada kelaurga besar Pak Munir dan Ibu Badriyah. Mereka semuanya baik-baik dan sangat ramah. Begitulah! Hari-hari kulalui dengan tinggal di dunia lain. Kehidupan disana seperti kehidupan kita di dunia ini. Hanya, di dunia lain, matahari selalu bersinar cerah, dan udara dingin sepanjang siang dan malam. Disana tidak ada polusi udara, karena pepohonan tumbuh subur. Lingkungan hidup tertata rapi.

Tinggal bersama keluarga Pak Munir, selain bermain, menikmati masa remaja bersama remaja sebayaku, pagi hari aku juga belajar ilmu pengobatan dari tabib istana yang datang ke rumah. Di sana juga terdapat tempat rekreasi yang berada di luar kota. Aku bersama lesti sering mengunjungi tempat rekreasi tersebut, hingga akhirnya tumbuh benih cinta di hati kami berdua. Rupanya, Pak Munir dan Ibu Badriyah mengetahui hal ini. Sampai suatu malam, aku dan Lesti dipanggil untuk menghadap mereka. Duduk di hadapan Ibu Badriyah dan Pak Munir, aku menundukkan wajah sebagai orang yang bersalah. Denyut jantungku berdebar-debar tidak beraturan.

Lesti, Ayah ingin bertanya kepadamu. Mohon dijawab dengan jujur. Apakah kau mencintai Ayib? Tanya Pak Munir tiba-tiba.
Benar, Ayah! Lesti sangat mencintainya, jawab Lesti.
Bagaimana denganmu Ayib? Apakah kamu mencintai Lesti? Tanya Ibu Badriyah. Aku hanya mengangguk malu-malu.
Karena kalian sudah saling mencintai, Ayah dan Ibu akan menikahkan kalian besok pagi, kata Pak amunir memutuskan.

Aku terkejut mendengar keputusan Pak Munir. Mengapa pernikahan itu dilangsungkan mendadak? Bisik hatiku.
Pernikahan itu benar-benar terjadi. Saat aku membuka jendela kamar, di halaman rumah sudah siap perlengkapan pesta. Bahkan, kamar tidurku sudah dihias seperti layaknya kamar pengantin. Kapan mereka melakukannya? Bisik hatiku terheran-heran.

Singkat cerita, akad nikah telah siap. Saat itu aku teringat pada almarhum Ayah dan Ibuku. Aku menangis terharu dan bahagia, lalu memeluk Ibu Badriyah yang sebentar lagi akan menjadi mertuaku. Resepsi pernikahan berlangsung selama tujuh hari tujuh malam. Raja dan permaisuri kerajaan, datang bersama semua pembesar istana. Mereka mengucapkan selamat berbahagia dan mendoakan agar perkawinan kami langgeng. Rakyat di kerajaan larut dalam kegembiraan menikmati makanan dan hiburan selama tujuh hari tujuh malam.

Demikianlah kisah yang kujalani di negeri alam ghaib. Setelah sepuluh tahun membina rumah tangga, aku dikarunai dua orang putera dan dua orang puteri. Hingga, pada suatu malam, Aku bermimpi bertemu dengan almarhum ayah dan ibu. Dalam mimpi ini mereka menangis karena kuburnya tidak pernah aku ziarahi. Aku sampai menangis dan berjanji pada mereka akan datang berziarah.

Ayib, kamu mimpi apa? Tanya Lesti istrinya. Kuceritakan mimpi yang barusan kualami.
Besok kita pergi berziarah. Bawa anak-anak, kata istiku. Mendengar istrinya berkata begitu, aku merasa bahagia. Ketika kami berziarah di kuburan kedua orangtua, ternyata ada beberapa warga melihat kehadiranku. Mereka tidak percaya. Tapi setelah kuyakinkan, mereka baru percaya bahwa aku adalah Ayib. Rupanya, aku telah menghilang selama 11 tahun lebih.

Berita kepulanganku setelah 11 tahun menghilang dari desa, menghebohkan semua warga. Bibiku, anak-anak keponakanku, semua menangis dan menyambutku dengan penuh haru. Mereka sampai mengadakan kenduri selamatan dan meminta agar aku tinggal di desa. Berat rasanya untuk menolak permintaan mereka, juga berat meninggalkan istri dan anak-anak yang tinggal di alam berbeda.

Keluargamu memintamu agar kau tinggal bersama mereka. Sebaiknya kau penuhi keinginan mereka, kata istriku menjelang tidur di dalam kamar rumah Bibi. Tentu saja tak ada seorang pun yang bisa melihat kehadiran istri dan anak-anakku kecuali aku sendiri.

Bagaimana dengan dirimu dan anak-anak kita? Tanyaku.
Anak-anak biarlah tinggal bersama neneknya. Karena kehidupan mereka ada di sana bukan disini. Sedangkan aku bisa setiap saat berada di sisimu, dan kau bisa datang menjenguk anak-anak kita setiap saat, jawab istriku.

Namun aku tidak bisa mengambil keputusan saat itu. Kepada keluarga di desa, aku bilang akan bermusyawarah dahulu dengan istri dan mertua. Semoga mereka mengizinkanku tinggal di desa kelahiranku.

Syukur Alhamdulillah, 11 tahun setelah aku pergi meninggalkan desa, kehidupan ekonomi Paman dan Bibi membaik. Mereka sudah bisa membangun rumah gedung. Keponakanku juga bisa sekolah sampai meraih gelar sarjana. Tak hanya itu, jalan-jalan dikampungku juga sudah beraspal. Bahkan, Paman juga berjanji akan membuatkan rumah untukku di tanah pusaka peninggalan almarhum ayahku, jika memang aku menetap tinggal di desa. Ketika kuutarakan niatku kembali ke desa kelahiranku, Ayah dan Ibu mertuaku merestuinya.

Jika itu sudah menjadi keputusanmu dan istrimu merestuinya, kami tidak bisa bilang apa-apa kecuali mendukung rencanamu. Di desa kamu bisa mengobati berbagai penyakit yang diderita warga disana, kata Ayah mertuaku.
Terima kasih, Pak! Jawabku sambil sujud di kakinya.

Setelah berpamitan, aku diantar mobil sedan yang dikemudikan istriku. Ya, aku memilih pulang ke kampung halamanku yang pernah aku tinggalkan belasan tahun lamanya.

Share this:

Related Posts

Show Disqus Comment Hide Disqus Comment

Disqus Comments