Jenewa - Masih cerita di pantai nanggelan saat liburan  dengan para sahabat cangkrin baru, hampir setengah hari kita semua berada di pantai nanggelan. Dan entah berapa kali kita semua mandi di laut sehingga membuat kulit teman-teman, aku sendiri jadi hitam karena sengatan terik matahari dan kelamaan mandi di air laut, Jember itu sebenarnya banyak kok tempat-tempat wisata pantai looh. Seperti watu ulo, rowo cangak, puger, pandialit dan masih banyak lagi, akan tetapi kami dan teman-teman sukanya di Nanggelan. Setelah puas mandi di pantai bersama yang lainnya, kita semua mengerjakan tugasnya masing-masing, sebagian ada yang mencari kayu bakar, sebagian ada yang mencuci beras dan menyiapkan kebutuhan lainya, dan tugasku buat kopi untuk sahabat lainnya. Proses pembuatan kopinya ya lumayan ribet sob, di karenakan kayu tidak mau cepat menyala sehingga asap mengepul terus, yang membuat mataku meneteskan air mata seperti orang menangis saja. Demi minum kopi aku rela berhadapan dengan asap di satu sisi sebagai penghangat badan.



Kembali ke judul di atas, Ada seorang bapak-bapak yang ikut dalam liburan kita, Dia biasanya di panggil Pak Mus, dia sedang sibuk memasak bersama yang namanya solihin, mereka berdua kalau masak itu mulutnya gak bisa diam. Selalu saja nyerocos seperti burung cendhet hahahahaha :D, apalagi kalau dengar pak mus bicara wooow seperti petir menyambar wakwakwak. Pak mus itu suka banget kalau di ajak ke pantai nanggelan loh sobat, karena pada waktu malam hari  p.mus suka mencari kecomang, dia menyisiri pinggiran pantai nanggelan dari tempat bermalam hingga ujung pantai, saat kita turun dari gunung untuk menuju nanggelan.

Kurang lebih sekitar satu jam akhirnya teman yang masak sudah selesai, dan siap untuk di hidangkan, namun saat hendak menyajikan masakan ada sedikit kendala, di karenakan semua sahabat tidak ada yang membawa piring, naah kami pun akhirnya bergegas mencari pohon pisang. kami pun tak menjumpai satupun pohon pisang tersebut, jasi sia-sia kami berjalan menyisiri daerah nanggelan.
Namun apa yang terjadi terjadilah, dengan sangat terpaksa kami menggunakan Terpal atau plastik lebar yang biasanya di gunakan untuk camping dan untuk penutup padi. Sebagian teman bergegas untuk mencuci terpal plastik tersebut di laut, sebagian teman ada yang menyiapkan lauk pauknya dan ada yang menyiapkan air minum.

Setelah terpal selesai di cuci dengan bersih, nasipun kita tiriskan di terpal tersebut beserta lauk pauknya, lauknya sangat sederhana juga kok. yaitu hanya lauk mie kuah, tempe goreng, krupuk dan ada juga udang bakar hasil dari muara.

Walau kita semua makannya dengan piring dari terpal, tapi rasanya itu nikmat banget dan merasa puas, karena rasanya pasti beda dong pada saat makan sendiri di banding ketika makan bersama, apalagi makan dengan sahabat hingga dua puluh orang lebih, pasti mantep lah walau sederhana. tengok aja di foto itu yang berdiri udah pada nyantap dan sebagian ada yang masih menikmati. Saat saat seprti inilah yang kita rindukan, dimana kebersamaan itu sangat lah asyik dan membuat kita tambah saling menjaga tali silaturruhmi. Entah kapan lagi proses kebersamaan ini akan terulang kembali, bercanda ria bersama susah senang bersama, semua itu hanyalah tuhan yang tahu. ya sudah lah cukup segitu saja. Otakku sudah buntu, jemariku juga dah capek ngetiknya. wassalam.

Share this:

Related Posts

Show Disqus Comment Hide Disqus Comment

Disqus Comments